Mudik Virtual dan sejarah mudik lebaran.
(Rahmi Ifada, M.Pd.I Guru PAI SMAN 1 Cigombong Bogor)
Mudik merupakan tradisi masyarakat Indonesia yang selalu dilakukan saat bulan Ramadhan menjelang lebaran. Tradisi bersama-sama pulang ke kampung halamannya masing-masing menemui orang tua dan sanak saudara. Bagaimanakah sebenarnya sejarah mudik di Indonesia sebenarnya ?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mudik artinya pergi ke ulu (hulu sungai, pedalaman): dari Palembang sampai ke Sakayu. Dan dapat juga diartikan pulang ke kampung halaman seminggu menjelang Lebaran atau sebelumnya.
Guru Besar Linguistik dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof. Dr. Kisyani Laksono, M. Hum mengatakan ada dua kata, yaitu mudik dan pulang kampung berbeda meskipun punya sinonim sama.
Menurut Kisyani, pulang kampung bisa dilakukan kapan saja ketika berkeinginan pulang tanpa menunggu momen atau acara tertentu. Sedangkan mudik hanya dilakukan di tengah peringatan hari raya. Dari segi sifat pulang kampung bersifat individual tetapi istilah mudik sifatnya massal bersama-sama menjelang lebaran.
Mudik Virtual
Tahun ini menjadi tahun kedua tradisi mudik di Indonesia dilarang saat lebaran. Meskipun masih ada 1,5 juta pemudik yang nekat pulang kampung dengan berbagai cara, namun kebanyakan warga menahan diri untuk tidak mudik. Hal ini bertujuan untuk menekan laju pandemi Covid-19.
Karena mudik menjadi bagian yang tak dapat terpisahkan dari masyarakat Indonesia sebagai upaya mengunjungi orang tua dan sanak saudara sebagai wujud cinta.
Sebelum masa pandemi, hampir semua masyarakat di daerah perkotaan berbondong-bondong pulang ke kampung halaman untuk merayakan lebaran bersama keluarga di kampung.
Dan ketika larangan mudik diberlakukan pemerintah sebagai gantinya mudik virtual menjadi fenomena baru dalam merayakan lebaran. Dengan berzoom ria atau Video Call kita masih bisa bertemu dan bersilaturahmi dengan kerabat dan sanak saudara di dunia maya, walaupun secara hati belum sepenuhnya menggantikan mudik secara fisik. Mudik virtual salah satu alternatif menahan kerinduan kepada kampung halaman dengan berselancar menemui keluarga, sanak saudara dengan menelpon dan bercanda ria di dalamnya.
Mudik dan sejarahnya
Di zaman Jakarta masih era Batavia, pemerintah kolonial Hindia-Belanda sebenarnya sudah ada aktivitas pulang kampung alias mudik. JJ Rizal sejarawan lulusan Universitas Indonesia (UI), mengidentifikasi tradisi mudik dengan aktivitas di Batavia, di mana saat itu sudah membutuhkan banyak tenaga kerja sejak 200 tahun yang lalu.
Sejarawan JJ Rizal menyampaikan bahwa mudik dilakukan sebagai terhentinya aktivitas kembali ke kampung halaman terutama kata mudik ini identik dengan kota Batavia, ibu kota kolonial yang kemudian diwarisi Jakarta sebagai ibu kota nasional serta menjadi pusat urbanisasi.
Mudik juga berasal dari kata udik yang berarti kembali ke titik awal mula aliran sungai alias di hulu, letaknya di desa yang jauh dari hilir di Batavia. Istilah ini kemudian berkembang seiring dengan banyak kaum pekerja atau buruh yang berasal dari luar daerah.
Meningkatnya aktivitas mudik masa sekarang itu dimulai pada masa Orde Baru. Saat periode Gubernur Jakarta Ali Sadikin berkuasa (1966-1977) budaya mudik berjalan dan akhirnya berkembang menjadi tradisi besar yang dilakukan setiap tahun sampai sekarang, karena menyangkut perpindahan orang dari desa ke kota yang semakin besar dan berimplikasi luas bagi banyak hal, mulai dari transportasi sampai kriminalitas. Ini terutama setelah masa Ali Sadikin, ketika posisi warga asli, yakni Betawi, bukan lagi nomer satu, digantikan urban Jawa, Madura, Sunda, Padang dan lain lain
Sejarah mudik di Indonesia yang semakin gencar terjadi ketika banyaknya proyek pembangunan dan impian pekerjaan yang menjanjikan di Jakarta. Banyaknya jumlah pendatang ke Jakarta berbanding lurus dengan banyaknya masyarakat yang mudik setiap lebaran.
Semakin banyak kaum urban datang ke Jakarta semakin banyak pula arus mudik yang terjadi dan berlangsung setiap tahunnya menjelang lebaran.
Dan ini menjadikan budaya silaturahmi baik dan ikatan emosional rakyat kepada kampung halamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.